Perjuangan Devi Novita Memperjuangkan Pendidikan Anak Putus Sekolah

Penulis : Dedi Finafiskar    Saat ini sudah jarang ditemui guru teladan yang benar-benar mengabdikan dirinya didunia pendidikan dengan p...


Penulis : Dedi Finafiskar
 
 Saat ini sudah jarang ditemui guru teladan yang benar-benar mengabdikan dirinya didunia pendidikan dengan penghasilan pas-pasan. Namun, di Kabupaten Konawe adalah salah satu tenaga pengajar yang patut ajukan jempol, dengan semangat pendidikan, tanpa mengharapkan imbalan pahlawan tanpa tanda jasa itu rela mendirikan sekolah untuk menyekolahkan anak-anak putus sekolah di daerahnya.
        Sebagaian orang mengganggap pendidikan adalah sesuatu yang sangat mahal dan sangat sulit untuk dijangkau, terbukti dengan banyaknya anak-anak yang mengalami putus sekolah karena alasan biaya sekolah yang tinggi. Jika kita melihat sekolah-sekolah saat ini, pembangunannya sudah mulai modern bahkan ada sekolah yang bertingkat. Setiap kali tahun ajaran baru, sekolah-sekolah mulai memasang reklame seperti spanduk dan sebagainya untuk mempromosikan sekolah mereka. Berbagai fasilitas yang ditawarkan sekolah untuk calon siswa di sekolah mereka, mulai dengan mempublikasikan mutu sekolah, kompetensi guru-guru yang mengajar, semuanya bertujuan untuk menarik minat calon siswa dan orang tua mereka.
    Namun, hal ini sangat berbeda sekolah yang berada di Desa Tetemotaha Kecamatan Wonggeduku, di Kompleks transmigrasi itu kita akan menjumpai wajah lain dunia pendidikan. Pengelola sekolah harus berjuang dengan dana pribadi dan swadaya masyarakat untuk menyediakan fasilitas sekolah mulai dari bangunan, meja, kursi, papan tulis, hingga baju olahraga untuk para siswanya.  Mereka membutuhkan buku-buku bacaan untuk perpustakaan mereka, dan sarana pendidikan yang lain untuk menunjang pembelajaran bagi para muridnya. Para perintis Madrasah Tsanawiah (Mts) Miftahul Huda harus berjuang lebih keras agar anak-anak itu dapat mengenyam pendidikan seperti halnya anak-anak lain yang lebih mampu.
    Devi Novita Priawati terlihat begitu bersemangat datang sepagi mungkin. Posisinya sebagai Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) Miftahul Huda membuatnya bertekad menjadi teladan. Bukan saja karena dia sebagai guru, tetapi lebih dari itu dia harus menjadi motivator bagi anak didiknya dan guru-guru lainnya. Mungkin inilah sosok yang benar-benar disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Seorang wanita hebat kelahiran 1987 lalu, rela menghabiskan waktunya untuk memberikan ilmu meskipun hanya dengan imbalan yang pas-pasan.
    Wanita berhijab itu, memutuskan untuk mengajar pada sebuah sekolah swasta karena prihatin pada anak-anak di wilayahnya yang belum mengenyam pendidikan. Kebanyakan orangtua anak-anak tersebut bekerja sebagai petani, keterbatasan ekonomi membuat sebagian anak-anak di Desa Tetemotaha harus rela putus sekolah. Akses sekolah yang jauh, pun menjadi alasan lain. Bertahun-tahun keadaan itu merantai masa depan anak-anak setempat.
    Kisah inspiratif Devi bermula ketika dirinya berhasil menyelesaikan studi di bangku Madrasah Aliyah (MA) An-Nur Azzubaidi di Kecamatan Meluhu pada tahun 2005. Ketika itu ia memutuskan untuk mengabdikan dirinya di TK Taruna Mandiri di Desanya. Tahun 2006, sambil mengajar ia melanjutkan studi S1-nya di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Lakidende (PBSI-Unilaki). Devi selesai tahun 2011. Di tahun itulah Devi
memulai merealisasikan impiannya.
    "Kini tanggung jawab yang amat besar ada dipundak saya. Sederetan tugas menanti didepan mata.Tetapi saya tetap tabah, besar hati, dan saya menganggap bahwa ketika seorang telah memberikan kepercayaan maka menurut saya itu adalah suatu amanah dan harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin dan penuh rasa tanggung jawab akan tetapi saya optimis pasti bisa menjalankan amanah itu untuk menjadi seorang kepala sekolah dan saya bertekad tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan itu," jelasnya
    Wanita yang telah dipersunting Ahmad Soleh enam bulan lalu itu mengaku, setelah meraih gelar sarjananya ia merasa gelisah. Katanya, sebagai sarjana ia harus bisa kerja. Namun di sisi lain pikirannya juga teringat pada anak-anak di desanya yang telah putus sekolah. Atas inisiatif sendiri, wanita kelahiran 1987 itu kemudian mencoba berkomunikasi dengan beberapa masyarakat. Selanjutnya, ia juga melakukan konsultasi dengan pihak Kemenag Konawe tentang idenya untuk mendirikan sekolah.
    "Saat berencana ingin mendirikan sekolah ini, saya terlebih dahulu melakukan sosialisasi kepada para masyarakat, pada waktu itu ada yang merespon baik. Bahkan ada juga yang mengatakan saya stres, karena baru selesai kuliah sudah berpikiran mendirikan sekolah. Tapi antusias saya sangat tinggi, karena waktu itu belum ada biaya
untuk mendirikan sekolah, tapi alhamdulillah niat saya ini menjadi kenyataan," jelasnya
    Niat untuk mendirikan sekolah mendapat respon dari sebagaian masyarakat setempat, karena ada warga yang bersedia mewakafkan tanahnya untuk dijadikan sebagai sekolah meskipun ukurannya tidak terlalu luas. Tenaga pengajar pun dikumpulkan untuk menyalurkan ilmu kepada siswa meski tanpa mendapatkan honor
    "Saya berpikir untuk mendirikan MTs. Mengapa harus MTs, karena di sini belum ada MTs. Sekolah setingkat SMP jauh. Sempat kepikiran untuk membuka MI, tapi di sini sudah ada dua sekolah sederajat. Sama juga dengan SMA
sederajat sudah ada dua untuk di Kecamatan Wonggeduku," terangnya.
    Atas pertimbangan itulah Devi memilih untuk mendirikan MTs. MTs juga ia pilih, karena bisa mengajarkan pelajaran agama pada sisiwanya, selain harus belajar ilmu formal dibangku pendidikan.Oktober 2011, Devi mulai berjalan. Hal pertama yang ia lakukan, yakni berkonsultasi dengan tokoh-tokoh desa dan masyarakat. Selanjutnya, ia mengajak salah seorang temannya, Haslinda untuk membantunya mengajar. Setelah itu, mereka berdua berkeliling
kampung mencari siswa yang putus sekolah, baik di Tetemotaha maupun desa sekitarnya.
    Hasilnya, 15 anak mereka dapatkan. Mereka pun langsung disekolahkan bulan itu juga "Sebenarnya sudah lewat tahun ajaran baru, tapi dari Kemenag menyarankan untuk langsung jalan dan menyesuaikan. Kami juga dapat rekomendasi dengan menjadikan MTsN Wawotobi sebagai sekolah induk," jelasnya.
    Seiring berjalannya waktu, ternyata siswa yang disekolahkan kondisinya sangat labil. Alhasil, angkatan pertama dengan jumlah 15 orang, yang bertahan hingga penamatan hanya 8 orang. "Karena usia mereka juga sudah ada yang lewat, ada yang nikah sebelum selesai," katanya.
    Devi mengungkapkan, tahun kedua mereka menerima 13 orangg. Tahun ketiga 21 orang, tahun keempat 18 orang, tahun kelima 36 orang. Hingga saat ini, MTs Miftahul Huda telah menamatkan dua angkatan. Sementara guru, awalnya dua orang. Kemudian bertambah menjadi enam dan saat ini ada empat belas orang guru yang mengabdikan dirinya di sekolah tersebut. Mereka adalah sarjana-sarjana muda yang merupakan putera puteri desa.
    Tahun 2012, Devi melanjutkan studi magisternya di Universitas Sultan Agung (Unisula) Semarang. Ia mendapat beasiswa dari program Cerdas Sultraku. Selama menjalani studi, kepemimpinan atas sekolah, Devi percayakan ke salah seorang rekan guru, Rustam. Devi kembali dari studinya tahun 2014. Ia juga kembali menahkodai sekolah yang ia dirikan. "Saat lanjut studi, saya tidak putus komunikasi dengan para guru di sini. Keadaan sekolah saya pantau
terus," kata Devi.
    Sepulang dari studi ada hal baru yang diterapkan di sekolahnya. Seperti pembelajaran Tamyiz. Metode tersebut, telah masuk dalam mata pelajaran muatan.lokal. Menurut Devi, metode tersebut baru diterapkan di sekolahnya dan belum ada sekolah lain yang menerapkannya. "Metode Tamyiz mungkingkan para siswa bisa menghafal dengan cepat, sekaligus pah dengam terjemahannya. Baru kami sekolah yang menerapkan ini," jelasnya.
    Terkait impiannya dengan sekolah rintisannya itu, Devi berharap agar sekolahnya bisa punya fasilitas pembelajaran yang lebih baik. Seperti gedung pembelajaran yang saat ini belum layak. Sebagaimana diketahui, gedung MTs Muftahul Huda saat ini masih menggunakan tempat pengajian sore desa setempat.
    "Saya ingin ada ruang belajar yang lebih memadai. Dengan begitu, anak-anak juga bisa semakin tertarik untuk bersekolah di sini. Saya mau anak-anak didik saya tidak minder dengan kondisi sekolah mereka. Dan saya ingin mereka juga tidak kalah berprestasi dengan sekolah lainnya yang lebih layak," ujarnya

Related

PENDIDIKAN 8146582338161727369

Posting Komentar

emo-but-icon

Hot in week

Recent

http://blognyadhedhykp.blogspot.com/2015/03/tracking-climbing-dan-caving-di-sawapudo.html

Comments

http://blognyadhedhykp.blogspot.com/2015/03/tracking-climbing-dan-caving-di-sawapudo.html

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item