Melihat Kondisi Bangunan Sekolah MTs Miftahul Huda.

         Penulis : Dedi Finafiskar     Upaya pemerintah Kabupaten Konawe, untuk mmemeratakan pendidikan di Bumi Perisai itu, sepertiny...



         Penulis : Dedi Finafiskar

    Upaya pemerintah Kabupaten Konawe, untuk mmemeratakan pendidikan di Bumi Perisai itu, sepertinya tidak berjalan optimal. Karena selama ini Pemda Konawe masih "menganaktirikan" sejumlah sekolah swasta, padahal para siswa di sekolah-sekolah tersebut sama hanya mengenyam pendidikan seperti yang diajarkan pada sekolah yang masuk kategori negeri.
    Cerita tentang sekolah swasta di Bangka belitung yang diangkat dalam sebuah Film "laskar pelangi" masih terus menjadi catatan bagi para warga yang pernah ikut menonton Film tersebut, karena hanya beralaskan papan, sekolah tersebut berhasil mencetak alumni yang handal. Cerita tersebut sepertinya layak disamatkan pada sekolah swasta Madrasah Tsanawia (Mts) Miftahul Huda, yang berada di Desa Tetemotaha, Kecamatan Wonggeduku, Kabupaten Konawe.
    Betapa tidak, ruang belajar yang ala kadarnya menjadi pandangan yang memiriskan pada sekolah yang berada di lokasi transmigrasi itu. Gedung sekolah yang hanya berdinding papan yang sebagiannya telah terliha rapuh, menjadi ketakutan tersendiri bagi para tenaga pengajar, dan siswanya. Karena pada saat hujan yang disertai angin kencang rasa was-was seakan terpancar di wajah mereka. Siswa dan guru merasa takut, sewaktu-waktu sekolah yang mereka cintai itu akan roboh akibat hempasan angin tersebut.
    Suara berderit terdengar jelas saat bangunan itu diterpa angin cukup kencang. Para murid bisa keluar masuk ke kelas lain dari bagian dalam karena memang antarkelas tidak tersekat sempurna. Pada beberapa bagian, dinding kelas bolong
ataupun terlepas pakuannya karena papannya yang rapuh termakan usia. Banyak sekali tempelan foto, alat peraga, dan lainnya pada dinding semua kelas. Untung saja, lantainya sudah disemen
    Waktu menunjukkan pukul 11.00 wita, disaat pelajaran tengah berlangsung, guru dengan seriusnya memberikan pelajaran, siswa pun dengan seksama dan serius menerima pelajaran tersebut, hanya kseriusan pelajar tidak berlangsung
lama. Wajah salah satu siswa, Rianti, seolah berubah, mimik serius yang diperlihakannya seolah berubah menjadi menegangkan, kucuran keringat mulai bercucuran, siswi belia itu pun merasa sekujur tubuhnya tiba-tiba suhu tubuhnya mendadak naik, secara perlahan selembar buku mulai dikeluarkannya dari dalam tas warna merah miliknya, secara perlahan buku tersebut lalu dikipaskan kearah yang berlawanan. Angin yang berhasil dihasilkan dari kipasan buku itu, seolah-olah menjadi penyegar untuk tetap memfokuskan diri menerima pelajaran.
    Sepertinya, apa yang telah dilakukan Rianti, seraya menjadi percontohan untuk teman-teman sekelasnya, mereka ikut melakukan pekerjaan mengipas karena memang tidak tahan dengan suhu matahari yang mulai menyengat. Fenomena seperti ini tidaknya dilakukan sekali, tetapi ini sudah menjadi pekerjaan rutin para siswa setiap menjalang pukul 11.00-12.00 wita. Hal ini disebabakan setengah dari dinding sekolah hanya ditutupi seng bekas yang mulai karatan, ditamnbah lagi atap seng yang menjadi peneduh tidak dilengkapi dengan plafon. "Sejak dibangun pada 2011 silam, para siswa sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini, mau bagaimana lagi. Karena dana untuk pembangunan sekolah tidak ada, bantuan pemerintah pun tidak
pernah diberikan. Tapi meskipun demikian para siswa tetap riang mengikuti pelajaran," kata Kepala Sekolah MTs Miftahul Huda, Devi Novita Priawati.
    Perjuangan dalam mendirikan sekolah tersebut tidak mudah, karena pihak pengelolah harus terlebih dahulu mencari lokasi tempat berdirinya sekolah, bahkan pembangunan sekolah ini haruslah persetujuan masyarakat. Atas inisitif mendirikan tempat pendidikan, salah satu warga bersedia mewakafkan tanahnya untuk didirikan sekolah, bahkan warga juga ikut membantu dengan mengumulkan dana secara swadaya untuk membeli peralatan pembangunan sekolah. "kepanasan saat matahari bersinar dan kebasahan ketika hujan datang itu sudah menjadi hal biasa. Tapi kami bersyukur, melalui swadaya masyarakat sekolah ini bisa berdiri dan alhamdulillan sudah berhasil menamatkan dua kali alumni," lanjut wanita berhijab itu.
    Saat ini sekolah tersebut memiliki 72 orang siswa yang dibagi pada tiga ruangan, namun masih ada beberapa siswa yang sering menerima mata pelajaran di Musollah, karena ketersediaan ruangan yang masih sempit. Sejak pertama berdiri sekolah tersebut belum pernah menerima bantuan pembangunan dari pemerintah Kabupaten Konawe maupun Provinsi. Bahkan pihak sekolah sudah berkali-kali mengajukan proposal. Namun realisasi dari pihak yang berwenang belum ada juga. "Ya beginilah kondisinya. Yang penting anak-anak bisa sekolah dan menimba ilmu. Kami tidak berharap banyak lagi dari dinas dan
pemerintah," jelasnya
    Pembangunan yang bertahap selama ini hanya mengandalkan swadaya masyarakat setempat. Sumbangannya pun beragam ada yang dalam bentuk uang dan ada juga yang dalam bentuk material bangunan. Bahkan selama ini pihaknya hanya mengandalkan bantuan dana BOS. Dan dana itulah yang dipakai untuk membayar honor sebanyak 14 tenaga pengajar. "Mereka kami gaji per jam
mengajarnya sebanyak tujuh ribu rupiah. Rencananya akan di tambah menjadi delapan ribu rupiah. Tapi semua tidak kami persoalkan. Kami, semua guru di sini senang bisa ikut mencerdaskan generasi penerus bangsa," tuturnya

Related

PENDIDIKAN 9130496926504083893

Posting Komentar

emo-but-icon

Hot in week

Recent

http://blognyadhedhykp.blogspot.com/2015/03/tracking-climbing-dan-caving-di-sawapudo.html

Comments

http://blognyadhedhykp.blogspot.com/2015/03/tracking-climbing-dan-caving-di-sawapudo.html

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item