Wonua Morome Kampung Subur Yang Terjajah
--Janji Perusahaan Tidak Kunjung Terealisasi, Kini Menjadi Kampung Panas-- Kabup...

https://blognyadhedhykp.blogspot.com/2016/03/wonua-morome-kampung-subur-yang-terjajah.html
Kabupaten Konawe sangat kaya akan hasil pertaniannya, tidak heran Konawe mengklaim sebagai lumbuk beras di Sultra. Namun, berlahan lahan pertanian kian terjajah pasca masuknya perusahaan Tambang dan kelapa sawit, sebagian warga terpaksa menterlantarkan lahan persawahan mereka karena ketersediaan air yang menipis, akibat banyaknya sungai yang tercemar. Seperti halnya Kampung Subur di Puriala, ratusan hektar persawahan dibiarkan terlantar dan beralih fungsi menjadi lahan peternakan.
Dedi Finafiskar
Cucuran keringat tidak hentinya metetes dari tubuh Sutisna (53), sesekali dirinya mengangkat baju coklatnya untuk membasuh keringat di wajahnya, sebuah pematang sawah berukuran kecil menjadi tempat duduknya untuk beristirahat sejenak. Belasan ekor sapi yang ditariknya dibiarkan sendiri mencari makan rumput yang setunggi lutut orang dewasa itu. Pekerjaan menggembala sapi, merupakan pekerjaan rutin yang dilakukan Sutisna sejak 2012 lalu, sejak ia beralih profesi sebagai peternak.
Pria keturunan Jawa itu bercerita, Daerah yang ditinggalinya merupakan kampung subur dengan memiliki lahan sawah sekitar 195 hektar dengan produktifitas gabah antara 5-6 ton per hektar. Alhasil, perekonomian di daerah tersebut cukup sejahtera. Sejak memekarkan diri dari Desa Sonai pada tahun 2009 silam lalu, kampung tersebut diberi nama Desa Wonua Morome yang berarti Kampung subur. Setiap kali memasuki masa panen area persawahaan akan terlihat ramai, warga berbondong-bondong datang kepersawahan untuk melakukan panen. Bunyi kicauan burung, dan riang anak-anak menjadi pemanis pada masa panen. "Wonua morome mayoritas suku jawa, tapi ada juga beberapa suku, dengan 186 Kepala Keluarga (KK)," ceritanya
Namun, pada pertengahan Juni 2012 kehidupan petani berlahan berubah, sebuah perusahaan Pemurnian nikel asal Tiongkok berbendera PT. Cahaya Modern Metal Industri (CMMI) mulai melakukan eksplorasi sehingga petani setempat tidak lagi dapat mengolah sawahnya karena sumber daya air berkurang. Puluhan alat berat milik PT CMMI langsung mengeruk kawasan pegunungan yang berjarak sekitar satu kilometer dari pemukiman masyarakat. Penderitaan masyarakat pun dimulai. Satu persatu sawah di desa itu hilang, hasil panen pun sudah tidak memadai. "Dengan kondisi seperti ini kami hanya bisa pasrah, karena 12 hektar sawah milik saya tidak produktif lagi. Produktifitas sawah yang sebelumnya bisa mencapai enam ton gabah per hektarnya, kini hanya mampu menghasilkan tiga ton per hektar," tutunya dengan mata berkaca-kaca
Kondisi seperti ini, memaksa sebagai warga menjual lahan persawahannya, keputusan tersebut dianggap sebagai pilihan terbaik untuk menyambung hidup keluargan mereka. "Pilihan menjual sawah, agar anak kami bisa lanjut sekolah, karena hasil persawahan sudah tidak bisa diandalkan seperti dulu lagi. Sebagai warga memilih menjadi peternak sapi, agar kami tidak kelaparan," lanjutnya
Meskipun sebagain warga telah menjual lahan persawahannya, tidak demikian dengan Agus (37), untuk terus bertahan hidup dirinya tetap menekuni profesinya sebagai petani sawah. Hanya saja, kini dirinya hanya mengandalkan air tadah hujan untuk mengairi sawahnya. "Sejak masuknya perusahaan, hidup kami seakan sengsara. Dengan sistem sawah tadah hujan ini, saya harus pandai-pandai memperkitakan cuaca jika tidak ingin gagal panen. Karena dulu saya pernah mengalami kerugian, saat itu saya memprediksikan akan turun hujan, saya lalu menanam tapi ternyata hujannya tak kunjung turun. Akhirnya saya harus menyewa mesin penghisap air agar sawah saya tetap terairi. Namun karena mata air yang kurang, padi yang baru ditanam itu banyak yang mati," katanya
Wonua morome dikenal dengan kesuburan tanahnya, sehingga jenis tanaman yang ditanami selalu tubuh subur. Salah satu tokoh masyarakat setempat, Polewani (53), mengatakan, wilayah Puriala yang dulu disebut daerah Lambuya selatan, terkenal dengan hamparan sawahnya luas. Semua lahan terolah dan produktif. Namun, lambat laut Kampung yang dikenal sejuk dan dingin itu mulai disebut sebagai kampung panas karena gersang. "Dulu kita tidak pernah kekurangan pasokan air. Bahkan pada musim paceklik sekalipun desa itu tetap tidak kekeringan. Tetapi saat ini jaman sudah berubah, banyak warga mulai mengeluhkan kurangnya pasokan air untuk sawah mereka, bahkan air bersih untuk konsumsi rumah tangga pun sering kurang," katanya.
Masuknya PT CMMI di kampung subur membuat warga merasa telah dijajah di daerah sendiri. Padahal awal berdirinya perusahaan tersebut telah mengubar janji. Pihak perusahaan tersebut berjanji akan memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Mulai dari dana kompensasi debu, bantuan pendidikan, hingga bantuan bagi warga yang sakit. Namun, warga menilai janji-janji tersebut hanyalah bualan semata, karena sampai hari belum satu pun janji yang terealisasi. Pemerintah Desa sangat menyayangkan kondisi yang menimpah warga, mereka sangat kecewa dengan aktifitas PT CMMI di daerah mereka. Kepala Desa Wonua Morome Edi Sufiana menilai perusahaan itu sama sekali tidak memberikan kontribusi bagi warga desanya. Perjanjian yang sebelumnya disepakati bersama dengan tokoh masyarakat tidak pernah direalisasikan hingga saat ini. Perusahaan ini sudah berkali-kali melakukan pengiriman, tetapi kewajibannya ke masyarakat tidak pernah dipenuhi. Kades mengaku sudah sembilan kali mengajukan proposal permohonan bantuan sebagaimana yang dijanjikan pihak PT. CMMI, tapi tak satupun yang teralisasi. Bahkan keluhan petani yang merugi akibat aktifitas penambangan juga tidak pernah direspon pihak perusahaan.
"Dana debu yang dijanjikan pihak perusahaan tidak kunjung ada. Saya juga sudah sering masuk dan menyampaikan keluhan masyarakat, tentang saluran air yang tidak mampu untuk melayani sawah-sawah akibat adanya saluran yang tertimbun, tetapi tidak ada juga tanggapan," katanya
Tidak hanya warga Wonua Morome yang menolak keberadaan PT CMMI, tapi penolakan juga datang dari Asosiasi Kerukunan Antar Desa (Akad) Kecamatan Puriala, mereka menilai keberadaan PT CMMI belum meberikan kontribusi kepada warga Kecamatan Puriala. Pasalnya perusahaan pemurnian nikel tersebut diyakini tidak memberikan kontribusi apa-apa terhadap kesejahteraan masyakat, bahkan janji Corporation Sosial Responsbility (CSR) yang akan diberikan
pihak perusahaan tidak pernah direalisasikan sampai saat ini. Sejak berdiri masyarakat belum pernah menikmati manfaat ataupun bantuan sosial dari PT CMMI. Tidak hanya itu, janji alokasi beasiswa pendidikan hingga saat ini belum terealisasi. Sehingga, Warga sangat berharap agar pemerintah secepatnya mengambil sikap untuk menutup perusahaan tersebut.
"Tidak ada kontribusi apa-apa, janji perusahaan tidak pernah ditepati. Kami hanya menerima dampaknya saja, sementara perusahaan tersebut sudah mendapat banyak keuntungan dari hasil menambang. Setiap kali kita tanyakan itu mereka malah mengatakan untuk sabar, padahal janji beasiswa sekolah dan CSR tidak pernah ada. Padahal pada akhir tahun 2014 lalu, pihak perusahaan telah mendapatkan keuntungan dari hasil penjulan nikel ke luar negeri sekitar hingga miliaran, tapi masyarakat tidak menikmati apa-apa," keluh Basran, Ketua AKAD Kecamatan Puriala.
Ternyata PT CMMI punya alasan sendiri sehingga belum mensejahterakan masyarakat, hal ini dikarenakan perusahaan tersebut sedang mengalami masalah keuangan, sehingga pihaknya belum mampu mengakomodir semua persoalan juga kewajiban yang seharusnya ditanggung perusahaan tersebut. Bahkan, untuk menimalisirkan keuangan pihaknya telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 241 karyawan yang mayoritas berasal dari Kecamatan Puriala
Ketua DPRD Konawe, Gusli Topan Sabara mengaku, sudah seringkali mendegar keluhan masyarakat diantaranya janji perusahaan untuk mensejahterakan masyarakat melalui CSR belum dirasakan masyarakat. "Bahkan beberapa karyawan PT CMMI pernah mengadu di DPRD mengenai gaji karyawan dan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ratusan pekerja yang mayoritasnya adalah masyarakat lokal," jelasnya
Untuk mengantisifasi hal ini, kata dia, dalam waktu dekat pihaknya akan segera rekomendasi pemberhentian aktifitas PT CMMI, jika perusahaan tersebut memang terbukti tidak mensejahterakan masyarakat Konawe. "Kami tetap merespon apa yang menjadi tuntutan masyarakat. Kalau memang perusahaan ini tidak memberikan nilai tambah terhadap daerah kita, untuk apa kita pertahankan. Sesuai tuntutan masyarakat yang menginginkan penutupan perusahaan tersebut, maka kami legislatif akan segera rekomendasikan kepada pemerintah setempat untuk dilakukan pemberhentian aktifitas Perusahaan tersebut," jelas Gusli